Header Ads

test

Pesan Jon Sapoetra Soetimin Agar Tak Ada Lagi Niat Pecah Belah Bangsa

foto: bertha/GARASInews


Sidoarjo,GARASInews - Tidak banyak saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Bagaimana para pahlawan melawan dan mempertahankan kemerdekaan saat masa perjuangan 72 tahun lalu.


Adalah Jon Sapoetra Soetimin, mantan pejuang 45. Pria yang saat ini tinggal di Jalan Antartika I No 4, Jenggolo, Kecamatan Kota Sidoarjo ini, adalah saksi sejarah perjuangan.


Pria yang kini berusia 92 tahun ini menjadi tentara bermula umur 17 tahun. Saat itu, tentara Jepang membuka perekrutan tentara pembantu (Heiho) pada tahun 1943. Ketika itu Soetimin ikut pamannya merantau ke Bandung.


"Pertama kali menjadi tentara mengikuti Heiho pada tahun 1943, namun hanya bertugas membuat mur dan baut untuk kelengkapan perang tentara Jepang," kata Jon Saputra Soetimin kepada GARASInews ditemui di rumahnya, Sabtu (19/8/2017).


Saat Jepang menyerah, lanjut Soetimin, Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan. Soetimin kemudian masuk ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), organisasi cikal bakal TNI saat ini. Kemudian Soetimin diperintah untuk bertugas di kampung halamannya di Purworejo, guna menjaga keamanan dan ketertiban.


Beberapa bulan setelah kemerdekaan, Belanda datang ke Indonesia kembali berupaya mengklaim lagi Indonesia sebagai bagian dari wilayahnya.


"Terjadi pertempuran di Magelang pecah dan kita beserta pasukan lain berhasil memukul mundur Belanda dari Ambarawa hingga Semarang," tambah pria yang mengaku lahir tahun 1935 itu.


Soetimin mengungkapkan pada saat pertempuran terjadi, dirinya saat itu menjadi pasukan penginapan, sekaligus pembuat bom dan ranjau untuk melawan tentara Belanda. Pertempuran di Ambarawa yang berlangsung selama 4 hari ini disebut Palagan Ambarawa.


Perang ini bahkan dipakai sebagai Harlah TNI AD.


"Ini pengalaman yang tak terlupakan bagi saya, kerena pertempuran di Ambarawa ini sebagai kenangan tersendiri karena dipakai sebagai Harlah TNI AD," ungkap Soetimin.


Tak hanya perang melawan Belanda, Soetimin yang sudah memiliki tujuh anak, 11 cucu, dan 6 buyut ini juga turut berperang melawan pemberontakan DI/TII. Soetimin termasuk ke dalam bagian Operasi Tumpas Pasukan Siliwangi untuk mengejar Kahar Muzakar. Operasi tersebut berhasil mengakhiri pemberontakan DI/TII.


"Selain melawan penjajah juga pernah bertugas melawan pemberontakan Kahar Muzakar, serta penumpasan PKI," terang Soetimin.


Soetimin menambahkan, perjuangannya melawan penjajah dan pemberontak tak mengharapkan imbalan. Semua dilakukan untuk negara dan bangsa. Saat masa akhir pengabdiannya, dirinya hanya memiliki pangkat Peltu. Padahal, banyak teman seangkatannya berpangkat terakhir Kapten dan Mayor.


"Saya berjuang hanya demi bangsa dan negara, dengan pengalaman tersebut saya mendapatkan tanda jasa diantaranya, seperti Satyalencana, Bintang Gerilya," katanya.


Soetimin mengharapkan perjuangan yang iklas demi negara dan bangsa, diisi dengan pembangunan dan menjunjung tinggi persatuan. Generasi muda harus juga iklas mengisi kemerdekaan, jangan malah memecah belah bangsa dan negara.


"Saya ikhlas untuk Indonesia dan mengharapkan anak-anak muda sekarang harus juga ikhlas membangun bangsa. Jangan malah berusaha memecah belah," jelasnya.


Soetimin sampai saat ini tetap bersahaja, meskipun kondisi rumahnya merupakan bangunan lama yang berada di pinggir rel kereta api di Jenggolo. Bangunannya pun terlihat tua dan keropos menggerogoti plafon dan atap-atapnya.

SUMBER: WWW.GARASIGAMING.COM

Tidak ada komentar